Monday, September 28, 2015

Karma Buruk Karna, Karena Kehidupan Masa Lalu? Hukum Aksi-Reaksi atau Sebab-Akibat

nyamenusanet.blogspot.com - “Hukum alam adalah bahasa dunia. Bila lahir dalam dunia dan hidup di dunia ini, kita harus memahami bahasanya. Bila kita menebang pohon seenaknya, banjirlah akibatnya. Itu salah satu contoh dari hukum aksi-reaksi atau sebab-akibat. Dan, ingat itu baru menebang pohon. Bila kita menjadi pembunuh manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya, jangan kira kita akan lolos dari hukuman. Jangan pula mencari pembenaran, bahwa kita membunuh demi … atau untuk … dan atas nama … Mau mencari pembenaran sih boleh-boleh saja, asal tahu bahwa itu tidak akan meringankan hukuman kita. Mengapa nasib buruk selalu menaungi Karna? Apakah hal tersebut tidak terlepas dari hukum sebab-akibat? Apakah Karna sering membunuh dan menyusahkan orang di masa lalunya?

Nasib Buruk Selalu Menaungi Karna
Karna adalah tokoh kontroversial, terlunta-lunta sejak bayi dibuang ibunya, putra Dewa Surya ini selalu memperoleh takdir buruk, dimusuhi Gurunya, direndahkan status kastanya, bahkan diperdaya para dewa dan bahkan oleh Sri Krishna. Hanya Duryodhana, Raja Hastina yang mengangkat derajatnya sebagai Raja Angga, sehingga demi membalas budi kebaikan ia rela mengorbankan nyawa. Sebagai putra Sang Surya, jelas dia adalah ksatria hebat, akan tetapi dalam dirinya juga ada karakter asura masa lalu yang membuatnya menerima nasib buruk.

Adalah Remaja Kunti yang mencoba mantra pemberian Resi Durvasa memanggil Dewa Surya sehingga dia hamil tanpa berhubungan suami istri. Malu akibatnya, sang bayi yang lahir dengan baju lapis baja dan anting-anting tersebut diletakkan dalam keranjang dan dihanyutkan dalam kali. Ditemu dan dibesarkan oleh sais istana Adhiratha dan istrinya Radha, Karna disebut Radheya Putra.
Sebagai remaja berdarah ksatria ia mendekati Drona agar diterima menjadi murid, akan tetapi ditolak karena statusnya sebagai putra angkat sais istana. Menyaru sebagai brahmana remaja, Karna memperoleh pengetahuan senjata dari Parashurama. Pada suatu saat Parashurama tiduran di pahanya, dan seekor kalajengking menggigit pahanya. Agar gurunya tidak bangun, Karna menahan sakit. Sewaktu Parashurama bangun dan mengetahui peristiwa tersebut, sang guru tahu bahwa seseorang yang kuat menahan sakit dari gigitan kalajengking pastilah bukan keturunan Brahmana dan Karna dikutuk, ilmu senjata yang diberikan sang guru akan tidak diingatnya ketika menghadapi saat kritis hidup-matinya.

Meningkat Derajatnya oleh Duryodhana
Pulang dari berguru pada Parashurama, dia bertemu dengan anak perempuan kecil yang menangis karena susu dalam periuk jatuh ke tanah dan takut dimarahi ibu tirinya. Karna kasihan terhadap anak tersebut, dengan kesaktiannya dia meremas tanah basah dan mengembalikan susu ke periuknya. Mungkin Karna tidak sadar, bila sang anak tidak ditolong, dia akan menjadi lebih berhati-hati di kemudian hari. Seorang anak perlu mengalami berbuat salah sehingga bisa memperbaikinya di kemudian. Dewi Bumi murka karena tindakannya dan mengutuk akan memperangkapnya yang akan menjadi penyebab kematiannya.

Dalam suatu turnamen para Kurawa kalah unggul dibanding Pandawa dan Karna akan ikut membantu Kurawa. Bhisma menolak karena status kastanya, akan tetapi Duryodhana mengatakan bahwa Karna sudah diangkatnya sebagai Raja Angga, dan sebagai saudaranya yang pantas ikut turnamen. Sejak saat itu kehidupan Karna berubah dan menjadi pendukung setia Duryodhana. Pada waktu sayembara memperebutkan Draupadi, Karna ikut tetapi masih ditolak karena status kastanya.
Bhisma dan Drona juga menyalahkan Karna yang selalu mendukung keinginan Duryodhana sehingga sifat Duryodhana semakin jahat.

Kehidupan Masa Lalu Karna
Pada zaman Treta Yuga adalah seorang Raja Asura bernama Dhambodbhava yang kuat bertapa. Dia memohon kepada Dewa Surya agar diberikan hidup keabadian. Surya berkata bahwa hal tersebut berada di luar kemampuannya dan oleh karena itu sang asura minta dia dilindungi oleh seribu baju baja yang hanya apat dirusak oleh manusia yang bertapa selama 1.000 tahun. Surya paham bahwa kesaktian tersebut bisa digunakan sang asura untuk kejahatan, akan tetapi dia mengabulkan juga permintaanya. Dengan kesaktiannya, Dhambodbhava menguasai tiga dunia an dikenal sebagai Sahasrakavacha, dia yang memiliki seribu baju baja.

Dewi Murti putri Daksha kawin dengan Dewa Dharma dan melahirkan putra kembar Nara dan Narayana. Mereka berdua dibesarkan di hutan dan mereka dapat saling merasakan apa yang dihadapi salah satunya. Narayana bertapa lebih dari 1.000 tahun sedangkan Nara suka membantu penduduk dari gangguan perampok. Pada suatu ketika Sahasrakavacha menyerang penduduk sekitar hutan tersebut dan berkelahi dengan Nara. Nara ternyata sangat kuat. Sebuah baju bajanya pecah dan beberapa saat kemudian Nara dapat dibunuhnya. Akan tetapi Narayana yang telah ribuan tahun bertapa dan memperoleh mantra Maha Mritunjaya dapat menghidupkan Nara kembali. Nara kemudian bermeditasi dan Narayana bertarung melawan Sahasrakavacha. Demikian berulang-ulang bila salah seorang mati yang lain menghidupkan sehingga baju baja Sahasrakavacha sudah pecah sejumlah 999 buah. Sahasrakavacha yang hanya mempunyai satu baju baja minta perlindungan Dewa Surya. Dewa Surya melindungi sehingga dikutuk akan lahir ke dunia untuk menyelesaikan karma melindungi Sahasrakavacha.

Pada zaman Dvapara Yuga, Sahasrakavacha bersama Dewa Surya lahir sebagai Karna, sedangkan Nara dan Narayana lahir sebagai Arjuna dan Krishna. Arjuna adalah Putra Kunti yang menggunakan mantra untuk memanggil Indra sehingga Arjuna adalah putra Indra. Jauh sebelum perang Bharatayudha, Indra menyaru sebagai pengemis tua yang minta baju baja Karna. Karna yang tersentuh oleh sang pengemis memberikan baju bajanya yang dipakainya sejak lahir.

Kunti Menemui Karna Menjelang Perang Bharatayudha
Kala Karna melakukan puja di suatu senja menjelang matahari tenggelam, Kunti datang dan menceritakan siapa sebenarnya Karna. Karna bangga bahwa dia bersaudara dengan Pandawa, akan tetapi Karna tidak mau dikatakan sebagai pencuri yang tidak mau membalas budi kebaikan Duryodhana yang telah mengangkat derajatnya. Karna berjanji tiak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna yang merupakan ksatria saingannya sejak remaja.

Kunti mengatakan bahwa dia telah melihat dalam impiannya bahwa Karna akan bertarung dengan Arjuna. Dan peristiwa itu adalah buah karma karena dia telah membuang Karna, malu sebagai putri raja melahirkan putra pada waktu masih perawan. Akan tetapi Kunti telah memasrahkan kehidupannya kepada Sri Krishna. Dan dia akan menghadapi segala peristiwa yang akan menimpanya. Kunti meneteskan air mata dan berpesan agar Karna memperbaiki segala kesalahan yang telah diperbuatnya karena mendukung kejahatan Duryodhana dan Kurawa. Karna mengangguk pelan dan meneteskan air mata. Senja itu Karna mohon maaf kepada Dewa Surya, dan hanya ingin berperang membalas budi kebaikan sampai mati.

Perang Bharatayudha
Karna dilarang Bhisma ikut perang Bharatayudha, karena tahu bahwa Karna sebenarnya adalah putra Kunti dan bersaudara dengan Pandawa. Setelah kematian Bhisma dan Drona diangkat sebagai Panglima baru, Karna baru ikut perang. Karna mempersiapkan senjata khusus yang dapat mengejar musuh yang berlari sampai mana pun untuk berperang melawan Arjuna. Akan tetapi Gatotkaca disuruh Krishna memporak-porandakan pasukan Kurawa. Duryodhana segera minta tolong Karna agar pasukan Kurawa tidak hancur. Karna terpaksa menggunakan senjata pamungkasnya untuk membunuh Gatotkaca dan tidak punya senjata pamungkas lagi saat berhadapan dengan Arjuna.
Saat berhadapan dengan Arjuna, pertempuran berjalan dengan sengit, keduanya ahli memainkan senjata. Pada suatu saat roda keretanya terperosok, karena dipegang Dewi Bumi, Karna ingin membaca mantra dari Parashurama, akan tetapi dia lupa semuanya. Dan, kemudian Karna turun memeriksa roda kereta. Arjuna ragu memanah, akan tetapi Sri Krishna berkata tidak ada gunanya kasihan kepada orang yang tak punya kasih, Arjuna diingatkan bahwa Draupadi pernah dipermalukan Kurawa karena mau ditarik kain sarinya dan Karna hanya tertawa-tawa. Diingatkan juga bahwa Karna selalu mendukung Duryodhana yang sering berbuat curang terhadap Pandawa. Tiba-tiba Karna ingat Kunti, ibunya dan Dewa Surya, ayahandanya dan saat itu juga Karna mati karena dadanya ditembus panah Arjuna.

Ketidakadilan Krishna alam Perang Bharatayudha
Bukan hanya Krishna, Bunda Ilahi yang mewujud sebagai Mohini juga berpihak terhadap para dewa dan tidak adil terhadap para asura.

Kita melihat tindakan Sri Krishna yang berpihak pada Pandawa dan tidak adil terhadap Kurawa. Krishna mengajarkan beberapa muslihat kepada Pandawa untuk memenangkan perang melawan Korawa. Krishna mempertimbangkan para Pandawa yang berperang untuk menegakkan dharma, sedangkan Korawa berperang untuk mempertahankan status quo Kerajaan Hastina bagi kepentingan pribadi/kelompok mereka.

Agar Krishna dan Bunda Ilahi berpihak kepada kita, kita perlu melakukan pekerjaan tanpa pamrih pribadi. Resi Agastya mengajarkan agar kita berupaya menjadi devoti Bunda Illahi dengan selalu berbuat “Good Karma”, Nishkama Karma, selfless service, berkarya demi kepentingan alam semesta an jauh dari kepentingan pribadi. Semangat selfless service atau berkarya tanpa pamrih pribadi, dan volunteerism atau jiwa kerelawanan bukanlah sesuatu yang baru bagi kita. Semangat gotong-royong adalah bagian dari budaya kita.

“Bhagavad Gita 3:12: Berkarya dengan semangat Pelayanan dan Kerelawanan itulah yang disebut semangat manembah atau ‘sembahyang’ oleh Bhagavad Gita. Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan semangat itu menjadi persembahan kepada Hyang Maha Kuasa. Jadi, kita tidak lagi berkarya demi kepentingan diri, keluarga, kelompok, negara, dunia, atau apa saja – tetapi berkarya dengan semangat persembahan. Ketika itu yang terjadi, maka, puas dengan apa yang kau lakukan, alam semesta akan memenuhi segala kebutuhanmu.”

sumber : www.facebook.com/agungjoni

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan