Tuesday, March 24, 2015

Beberapa Budaya dan Tradisi Unik di Pulau Dewata Bali yang Wajib Anda Ketahui dan Abadikan

nyamenusanet.blogspot.com - Setiap daerah, suku ataupun provinsi yang ada di bumi nusantara ini pasti memiliki tradisi yang unik. Tradisi seperti ini ada karena cenderung merupakan warisan budaya dari leluhur. Bali, khususnya berkaitan dengan kepercayaan masyarakatnya, hal-hal unik tersebut masih terjaga lestari sampai sekarang, berkeyakinan akan mendatangkan sesuatu yang baik pada kehidupan kedepan atau yang akan datang, dan akan terjadi musibah jika prosesi tersebut tidak dijalankan, keyakinan-keyakinan tersebut sehingga menimbulkan sebuah kebiasaan atau tradisi dibeberapa tempat di propinsi Bali. Sebuah tradisi tetap ada pada masing-masing kabupaten, bahkan ditingkat Kecamatan dan Desa, muncul kebiasaan karena penghormatan kepada leluhur dan keyakinan beragama masyarakat Bali. Sebagai destinasi wisata dunia, tradisi unik tersebut menjadi sesuatu yang menarik. Saat-saat tertentu bertepatan dengan rencana tour anda, coba saja untuk melihat keunikannya.

Berikut beberapa tradisi unik di Bali yang masih lestari sampai sekarang;

Omed-omedan ; hanya ada di desa Sesetan, Denpasar Selatan. Digelar sehari setelah hari raya Nyepi, sekitar jam 2 siang. Dimana 2 kelompok muda-mudi (yang belum menikah) berhadap-hadapan dan tarik menarik (bali:med-medan) kemudian saling cium antara pemuda dan pemudi satu dengan yang lainnya dengan guyuran air, disaksikan oleh semua warga. Terlihat begitu vulgar, tapi itulah uniknya sempat tidak dilaksanakan namun pertanda buruk datang. Menjadi atraksi wisata menarik dan pantas anda abadikan.

Mekare-kare ; sebuah tradisi perang pandan berduri di desa Tenganan, kabupaten Karangasem, peserta banyak yang sampai berdarah kena duri pandan, tradisi ini dirayakan pada sasih ke-5 kalender Hindu atau sekitar bulan September, dengan tujuan sebagai sebuah penghormatan kepada dewa Indera yang memimpin pasukan perang untuk mengalahkan Raja lalim yang pernah merajai Bali, yaitu Raja Mayadenawa.

Mekotek ; Desa Mungu, Mengwi, Kab. Badung tempat dirayakan Mekotek, pas saat Hari Raya Kuningan. Tradisi ini muncul awalnya dari penyambutan pasukan kerajaan Mengwi atas kemenangan mengalahkan pasukan kerajaan Blambangan, penyambutan oleh rakyat ini yang dulunya menggunakan tombak, sekarang diubah menggunakan tongkat kayu, sehingga kalau diadu terdengar sura "tek" yang berulang-ulang. Pernah ditiadakan karena dilarang pada jaman kolonial Belanda, tapi terjadi musibah. Desa Munggu sendiri berdekatan dengan objek wisata Tanah Lot, Kuta dan Taman Ayun.

Gebug Ende ; Desa Seraya, Kabupaten Karangasem menggelar adu ketangkasan oleh para kaum pria, mereka saling memukul antara satu dengan yang lainnya, dengan menggunakan sebatang tongkat dari rotan, kalau kurang cekatan berbahaya juga. Diiringi dengan gamelan Bali yang memacu semangat, tradisi ini merupakan perpaduan unsur seni penarinya dan juga yang terpenting adalah ketangkasannya. Digelar dengan tujuan memohon turunnya hujan pada saat musim kemarau. Saat-saat tertentu digelar untuk tontonan wisata. Desa Seraya berdekatan dengan Taman Ujung sebuah tempat tujuan tour favorit Bali Timur.

Ngerebong ; Pura Pangrebongan, Desa Kesiman, Denpasar tempat tradisi ini digelar disebut juga Ngurek, karena saat para peserta trance (kesurupan) mereka menancapkan keris (ngurek) ke bagian tubuhnya sendiri tanpa terluka. Tiap 6 bulan sekali, tepatnya 8 hari setelah hari raya Kuningan. Ngerebong artinya berkumpul, karena pada saat tersebutlah para dewa berkumpul. Dengan kerasukan roh-roh dari Dewa ada yang menari, berteriak, menangis dan menusukkan keris ke tubuhnya dan tanpa terluka.

Pemakaman di Trunyan ; pemakaman yang tidak lazim seperti pemakaman lainnya di Bali, tubuh orang meninggal dibiarkan dibawah pohon menyan dengan dikelilingi dengan ancak saji (pagar pelindung) tanpa dikubur, uniknya tubuh orang meninggal tersebut tidak menimbulkan bau busuk. Hal ini juga menjadikannya tempat tujuan wisata dan menjadi tujuan tour unik. Desa Trunyan bagian wilayah Kecamatan Kintamani, seberang danau Batur.

Ngaben ; sebuah prosesi supacara pemakaman mayat masyarakat Hindu Bali, kemudian dilanjutkan dengan proses kremasi atau pembakaran jenazah, bisa dilakukan setelah orang tersebut meninggal ataupun dikubur lebih dulu sambil mencari waktu baik. Rangkaian upacara dalam tradisi ini bertujuan untuk menyucikan roh orang yang sudah meninggal untuk menuju ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Mesabatan endut : Dalam arti katanya Mesabatan artinya melempar dan Endut berarti lumpur. Lumpur tersebut dicampur dari kotoran kerbau, didapat dari hewan kerbau yang dilepaskan, desa Tenganan, Karangasem, Bali tempat prosesi ini berlangsung. Saat prosesi berlangsung lumpur akan dilemparkan oleh 8 pemuda pengawin kepada 6 gadis. Tradisi ini berlangsung dengan tujuan, mendidik para gadis desa untuk bisa menjadi penyabar, tidak jijik atau gengsi yang akan perkerjaan yang dilakoni dikemudian hari.

Makepung ; balapan/ pacuan kerbau di Jembrana, rutin diselenggarakan sekali setiap tahunnya saat panen raya tiba. Pacuan kerbau, sepasang hewan ini dipacu dan ditunggangi oleh seorang sais atau joki, melecut hewan pacuannya untuk bisa meraih kemenangan. Dalam pertarungan ini memang dibutuhkan nyali besar, karena resikonya tinggi bagaimana kepiawaian seorang joki melecut hewan pacuannya serta menjaga keseimbangan agar tidak terhempas. Sebuah hiburan wisata saat perjalan tour ke Bali Barat.

Sapi Gerumbungan ; di selenggarakandi lapangan desa Kaliasem, Lovina, Kab. Buleleng sebuah pertunjukan seni pada awalnya dilakukan oleh para petani setelah membajak garapan mereka untuk mengisi waktu, karena banyak petani yang tertarik, pemerintah setempat menetapkan menjadi event tahunan tetap sampai sekarang menjadi sebuah tradisi unik yang diwariskan. Dalam pacuan ini sepasang leher sapi dihubungkan dengan kayu yang dinamakan "uga", ditengah-tengah uga tersebut terbentang kayu tempat si joki berdir.

Mbed-mbedan ; tradisi ini hanya bisa kita temukan di desa adat Semate, Kelurahan Abianbase, Kec. Mengwi, Kab, Badung - Bali. Pertama kali diselenggarakan padai tahun saka 1396 atau pada 1474 masehi dan terhenti dalam jangka waktu lama. Diselenggarakan lagi pada tahun 2011. Prosesi ini diikuti oleh semua warga, seperti sebuah permainan lomba tarik tambang,tidak menggunakan media tali tapi bun kalot sebuah jenis batang tumbuhan menjalar, tumbuh pada kawasan setra Desa Semate. Desa ini berdekatan dengan kawasan objek wisata Kuta dan bandara, sehingga mudah dijangkau.

Megibung ; sekarang ini masih lumrah bisa ditemukan di Kabupaten Karangasem. Makan bersama dalam satu tempayan besar, peserta duduk melingkar antara 5-7 orang, kemudian disantap bersama-sama menggunakan tangan, diharapkan menumbuhkan kebersamaan hubungan yang lebih erat dengan keluarga, kerabat ataupun warga sekitar.

Janger Maborbor ; sebuah ritual sakral yang sarat dengan suasana magis, tarian memadukan unsur gerak dan nyanyian, ditarikan oleh 5-10 pasang penari yang belum dewasa. Ritual ini dipimpin oleh seorang pemangku, pada saatnya tiba dan berada dipuncak prosesi, penari janger ini menginjak-injak tumpukan bara api, jangankan luka bakar, sehelai benangpun dari pakaian mereka tidak terbakar. Tarian tolak bala ini bisa kita temukan di desa Yangapi, Tembuku, Bangli - Bali.

Terteran ; tradisi perang api di Jasri ini berlangsung dua kali dalam setahun, bertepatanag dengan hari raya pengrupukan sehari sebelum Nyepi. Prosesi ini dalam rentetan upacara yadnya, 2 kelompok pemuda saling serang dengan melempar seikat obor dari daun kelapa, tujuan ritual ini untuk melebur kejahatan dan malapetaka.

Lukat Geni ; populer juga dengan perang api, dirayakan oleh warga Puri Satria Kawan, Paksebali, Kec. Dawan, Kab. Klungkung, disaat malam pengrupukan sekali dalam setahun. ritual ini bertujuan untuk melepaskan ataupun mengurangi kekotoran dengan sarana api, sehingga bisa menetralisir kekuatan negatif dari alam dan menghilangkan sifat buruk

Pawai Ogoh-ogoh ; Pawai ini dilaksanakan dimalam pengrupukan, sehari sebelum Nyepi, ogoh-ogoh merupakan simbol dari Bhuta Kala yang memiliki kekuatan negatif, diarak ke sekeliling desa dengan tujuan mengusir kekuatan-kekuatan negatif, kemudian dibakar. Sehingga sat pelaksanaan catur brata penyepian tidak ada gangguan kekuatan jahat. Kalau pada saat itu anda melakukan perjalanan wisata tour keliling Bali, usahakan sebelum sore hari sudah tiba di hotel, karena banyak ruas jalan yang tutup.

Perang Ketupat : Sebuah tradisi unik dilaksanakan dalam rangka upacara Aci Rah Pengangon digelar desa Kapal. Warga dibagi menjadi 2 kelompok saling berhadapan saling lempar menggunakan ketupat dari beras. Walaupun hanya berlangsung sekali dalam setahun, bisa saja secara tidak sengaja anda bisa menyaksikan dalam perjalanan tour karena pada jalur wisata Kuta - Bedugul

Ngerebeg : tradisi ini hanya digelar saat piodalan Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang letaknya di objek wisata Alas Kedaton, menjelang akhir piodalan saat sore hari sebelum senja tiba, suara kentongan bertalu-talu dan sorak membahana oleh warga desa kukuh yang berkumpul pada halaman pura, mereka membawa lelontek, tomabak dan juga ranting pohon, setelah diperciki air suci, mereka melesat mengelilingi pura.


Pada saat-saat tertentu, travel agent agak jarang mengagendakan perjalanan wisata melihat tradisi unik tersebut, karena berdasarkan kalender Hindu, anda bisa menjelajah sendiri tanpa ada rasa ragu, dijamin aman, pulau bali surganya dunia kalo anda ramah masyarakat bali bisa lebih ramah lagi, ingat gunakan jasa kami sewa sepeda motor Metic di Bali dengan biaya yang murah, pelayanan Ok. Lihat Syarat dan ketentuannya disini.

Sunday, March 8, 2015

Makna Perayaan Hari Raya Nyepi "Tahun Baru Caka" bagi Umat Hindu di Bali

nyamenusanet.blogspot.com - Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun baru saka, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 21 Maret. Merupakan hari penyucian untuk alam semesta beserta isinya.

Nyepi mengandung arti sepi atau sunyi, dan dirayakan setiap 1 tahun saka. Dan tahun ini merupakan tahun saka 1937. Pada saat Nyepi tidak boleh melakukan aktifitas seperti pada umumnya,seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dsbnya. Dan tujuannya adalah agar tercipta suasana sepi, sepi dari hiruk pikuknya kehidupan dan sepi dari semua nafsu atau keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuwana Agung(alam semesta) dan Bhuwana Alit(manusia).

Hari Raya Nyepi, khususnya di Bali memiliki beberapa tahapan. Dimulai dari Upacara Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan. Kemudian diikuti oleh puncak Hari Raya Nyepi itu sendiri. Dan terakhir disebut dengan Ngembak Geni.

1. Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan.
Upacara Melasti atau bisa disebut Melis diadakan beberapa hari sebelum Nyepi. Pada saat ini segala sesuatu atau sarana persembahyangan di Pura-pura di bawa kelaut untuk disucikan.

Melasti Serangkaian Upacara Nyepi
Mecaru atau bisa disebut Tawur, dilaksanakan pada hari Tilem Sasih Kesange (Bulan mati ke 9)yaitu sehari sebelum Nyepi. Merupakan upacara yang dilaksanakan di setiap rumah atau keluarga, desa, kecamatan dan sebagainya. Dengan membuat sesajen yang ditujukan kepada para Bhuta Kala atau bisa disebut hal-hal negatif agar pada nantinya tidak mengganggu kehidupan manusia.

Pengerupukan dilaksanakan sesaat setelah Mecaru, yaitu dengan membuat api atau obor untuk mengobori lingkungan rumah, membunyikan kentongan untuk menghasilkan kegaduhan. Sehingga diharapkan para Bhuta Kala segera pergi dari lingkungan kita. Pada tingkat desa diadakan arakan Ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan dari Bhuta Kala yang memiliki sifat negatif. Diarak keliling desa kemudian di bakar, tujuannya agar hal-hal yang berbau negatif itu lenyap dan tidak mengganggu kehidupan manusia.

2. Nyepi.
Pada saat Nyepi khususnya di Bali, semua dalam keadaan sepi. Tidak ada aktifitas seperti biasanya, karena pada saat itu diadakan Catur Brata Penyepian yang terdiri dari:
  1. Amati Geni, yaitu tidak boleh menggunakan atau menyalakan api.
  2. Amati Karya, yaitu tidak boleh bekerja.
  3. Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian.
  4. Amati Lelanguan, yaitu tidak melakukan suatu hiburan.
    Hari Raya Nyepi di jaga oleh Pecalang
Sehingga Hari Raya Nyepi dapat dikatakan mengandung makna hari penyucian diri (manusia) dan alam semesta. Membuang segala kotoran atau segala hal negatif yang telah lampau untuk menyongsong tahun baru (saka). Dan memulai tahun baru dengan sesuatu yang baru, sesuatu yang positif tentunya. Semangat yang baru untuk mengarungi kehidupan selanjutnya.

3. Ngembak Geni.
Ngembak Geni yang jatuh sehari setelah Nyepi dilaksanakan dengan mengadakan kunjungan antar keluarga maupun para tetangga dan kenalan. Saling memaafkan satu sama lain dengan memegang prinsip TattwamAsi yaitu “aku adalah kamu dan kamu adalah aku”. Posisi kita sama dihadapan Tuhan, walaupun kita berbeda agama atau keyakinan hendaknya kita hidup rukun dan damai selalu.

Demikianlah sedikit gambaran mengenai makna Hari Raya Nyepi khususnya di Bali. Mudah-mudahan perayaanya tahun ini berjalan dengan lancar, walaupun kunjungan wisata baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara masih ramai datang ke Bali. Karena ada beberapa wisatawan yang khusus datang untuk menikmati atau mengetahui situasi perayaan Hari Raya Nyepi di Bali.

Pengin tau bagaimana serunya merayakan nyepi? dunia sepi bebas dari suara motor, suara musik dan suara lainnya yang ada cuma suara binatang Ayam Kukuruyuk, Anjing Menggonggong, Burung berkicau ini terjadi di Kota Besar Lho.... coba aja datang ke bali pas Hari raya nyepi kalo ga percaya. Tapi ingat kalo jalan-jalan di bali jangan lupa gunakan jasa kami, Penyewaan Sepeda Motor termurah di Bali dengan pelyanan yang ok, ramah, tepat waktu dan akurat tentunya. Silahkan direncanakan perjalanan anda yang efektif dan efisien dan booking disini syarat dan ketentuang.

Sumber : http://www.mediahindu.com/ajaran/makna-hari-raya-nyepi-bagi-umat-hindu-di-bali.html

Thursday, March 5, 2015

Keunikan Pura Goa Giri Putri Nusa Penida Klungkung - Bali

Mulut Goa (Pintu masuk) Giri Putri
nyamenusanet.blogspot.com - Di Bali, banyak terdapat goa yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Dalam salah satu goa di Nusa Penida, ada Pura Goa Giri Putri. Keunikan apa saja yang bisa disimak dari keberadaan pura Kahyangan Jagat yang terletak di Dusun Karangsari, Desa Pakraman Suana, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung ini?
-----------------

Konon, di zaman Neolithikum dulu manusia hidup tanpa norma, tanpa kaidah, hingga berlaku suatu pola normatif homo-homini lupus -- manusia satu menjadi "serigala" bagi manusia yang lain, lantas berlaku hukum rimba, siapa kuat dia menang. Tiap orang berusaha mempertahankan hidup dari keganasan alam, seperti amukan binatang buas, hujan lebat, terjangan angin, dan sengatan sinar mentari. Lalu mereka perlu tempat perlindungan dan reproduksi keturunan demi keberlangsungan hidup. Selain penggunaan goa seperti itu, goa juga konon dijadikan tempat bertapa untuk memohon anugerah langsung dari para dewata.

Dalam goa umumnya terdapat aliran sungai, kelelawar, ular, dan stalagnit (endapan menyerupai batu tumbuh dari bawah goa mengarah ke langit-langit goa) maupun stalagtit (endapan yang menyerupai bebatuan, muncul dari dinding/langit-langit goa mengarah ke lantai goa). Dalam perkembangannya, manusia memikirkan pola kehidupan baru dengan pola permukiman tetap serta dukungan teknologi yang kian canggih agar mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Meski kehidupan kian modern, namun kenyataan menunjukkan bahwa tradisi prasejarah atau kebudayaan di dalam goa tetap eksis dengan fungsi yang terus berkembang atau berubah.

Kata "giri" itu sendiri artinya gunung, pegunungan atau bukit, sementara "putri" berarti wanita. Dalam konsep ajaran Hindu, "putri" yang dimaksud adalah nama simbolis bagi kekuatan Tuhan, memiliki sifat keibuan atau kewanitaan. Jadi Goa Giri Putri adalah sebuah ruang atau rongga dengan ukuran tertentu sebagai tempat bersemayam kekuatan Tuhan dalam manifestasinya berupa wanita (disebut Hyang Giri Putri), tiada lain adalah salah satu sakti dari kekuatan Tuhan dalam wujud-Nya sebagai Siwa. Di sini, Giri Putri adalah nama yang diberikan pada salah satu goa terbesar yang berada di Pulau Nusa Penida.

Tiga Pura
Suasana Pemedeg Melukat di dalam Goa Giri Putri
Pada Purnama Kalima Wraspati Kliwon Klawu, 25 Oktober 2007, merupakan puncak Karya Agung Mamungkah Ngenteg Linggih, Mapeselang Prayungan, lan Pedanan-danan. Piodalan di pura yang di-empon oleh 210 KK Krama Desa Pakraman Karangsari ini dilakukan tiap tahun, yakni pada Purnama Kadasa. Jika masyarakat Bali ingin bertirtayatra ke sana, maka tiga pura utama yang menjadi tujuan adalah Pura Giri Putri, Pucak Mundi, dan Dalem Ped. Biasanya mereka bermalam di Dalem Ped lantaran tempatnya lebih luas, fasilitas mandi dan buang hajat memadai. Pedagang pun banyak, dan suhu udara relatif tak terlalu dingin.

Goa Giri Putri berada pada ketinggian 150 meter di atas permukaan laut, dengan panjang total lebih kurang 262 meter. Ia memiliki empat bagian besar tempat persembahyangan yakni sebuah di luar goa atau pintu masuk dan tiga di dalam goa (depan, tengah, dan belakang). Sebelum 1990, Goa Giri Putri hanyalah sebuah goa yang dijadikan objek wisata lokal, terutama pada hari Raya Galungan dan Kuningan. Air yang berada di dalam goa dijadikan tirta oleh masyarakat Karangsari dalam rangka upacara Panca Yadnya.

Hingga saat ini belum ditemukan prasasti maupun sumber resmi yang memuat tentang Goa Giri Putri, sehingga belum diketahui kapan dan oleh siapa Goa Giri Putri dibangun. Yang jelas goa ini adalah peninggalan Zaman Prasejarah (Hindu), terus hidup dan dipelihara sampai sekarang. Pada 1990, Gubernur Bali saat itu (Prof. Dr. Ida Bagus Mantra) pernah mengadakan kunjungan ke Nusa Penida dan singgah di Goa Giri Putri, memberikan motivasi kepada masyarakat di situ untuk menjaga keberadaan Goa Giri Putri, baik sebagai objek wisata spiritual maupun sebagai tempat persembahyangan. Sejak itulah didirikan sejumlah palinggih tempat pemujaan. Goa itu kemudian diberi nama Goa Giri Putri.

Kondisi fisik Goa Giri Putri pada 1990-an dibanding kondisi sekarang, tampak beda. Dulu goa sangat "mengerikan", gelap, lantai dasar licin, tirta melimpah, dan belum banyak pengunjung. Kini, sebaliknya, terang benderang, lantai dasar tak begitu licin lantaran beberapa bagian sudah dipelester, pun telah tersedia beberapa tangki air. Pintu masuk goa tetap relatif sempit -- hanya dapat dimasuki satu orang saja.

Petunjuk "Niskala"


Pelinggih di Dalam Goa Giri Putri
Sebagaimana ditulis dalam buku "Selayang Pandang Pura Giri Putri" dan diceriterakan oleh I Nyoman Dunia selaku Bendesa Adat serta mangku gede Pura Giri Putri, secara keseluruhan ada 13 buah palinggih di situ dengan berbagai wujud arsitektur dan bahan bangunan. Jika hendak bersembahyang ke Pura Giri Putri, begitu turun di pelataran parkir lantas menyeberang jalan, orang sudah berhadapan dengan jalan berundak-undak. Setelah tiba di atas atau di halaman luar goa, orang akan menjumpai palinggih pertama berbentuk Padmasari, tepat berada di samping kanan depan mulut goa.

Berdasarkan petunjuk niskala yang diterima oleh Ida Pandita Dukuh Acarya Daksa dari Padukuhan Samiaga, Penatih, Denpasar menyebutkan, di palinggih pertama yang dipuja adalah kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Hyang Tri Purusa menurut ajaran Siwa Sidhanta. Terdiri atas Paramasiwa (Nirguna-Brahman), Sadasiwa (Saguna-Brahman), dan Siwatma (Jiwatman). Lalu di sebelah kiri pintu masuk goa ada Hyang Ganapati berwujud Lingga Cala dari bahan batu karang sebagai penjaga pintu masuk goa. Di halaman depan goa juga dilengkapi dengan bangunan penunjang sebagai tempat pesandekan atau menerima tamu.

Bila usai bersembahyangan di palinggih Tri Purusa, orang segera dapat memasuki Goa Giri Putri. Biasanya orang yang baru datang pertama kali ke tempat ini akan merasa takut atau waswas mengingat mulut goa sangat kecil, hanya bisa dilalui satu orang saja. Namun itu hanya berjarak sekitar tiga meter, setelah melewati itu, orang-orang akan tercengang dan takjub, karena tidak menyangka sebelumnya bahwa rongga goa sangat lebar dan tinggi serta bisa menampung sekitar 5.000 orang. Tatkala terowongan kecil dilewati, orang akan dapat melihat dua palinggih di dalam bagian depan goa.

Palinggih ketiga, Hyang Sapta Patala, berupa Padmasari dengan perwujudan Naga Basuki di bagian ulon. Hyang Naga Basuki adalah salah satu manifestasi Hyang Widhi Wasa dengan sifat penolong, penyelamat dan pemberkah kemakmuran, diwujudkan dalam bentuk naga bersisik emas berkilauan, penuh pernik mutiara, serta senantiasa berupaya tetap menjaga keseimbangan alam bawah (pertiwi) demi kesejahteraan umat manusia beserta makhluk lainnya. Di samping kanan Hyang Naga Basuki ada palinggih keempat, Pengayengan Ratu Gede berwujud Lingga Cala. Dengan demikian goa ini berfungsi sebagai tempat memohon keselamatan dan ketenteraman umat manusia.

Selanjutnya di bagian tengah-tengah goa dijumpai lima palinggih -- tiga di bawah dan dua di atas. Palinggih di bagian bawah sebelah utara berwujud Padmasari, stana Hyang Giri Pati/Siwa. Di sebelah kiri Padmasari ada panyineban Ida Bhatara berwujud Gedongsari. Lalu di bagian bawah selatan ada tempat palukatan dari Hyang Dewi Gangga, dan palinggih Hyang Tangkeb Langit di sebelah barat tangga yang berwujud gedong masif. Sebelum melakukan persembahyangan, di tempat ini wajib melakukan palukatan dasa mala dengan memohon kepada Hyang Giri Putri, Dewi Gangga, dan Hyang Giri Pati agar secara lahir dan batin terlepas dari hal-hal negatif.

Di bagian tengah atas agak ke pinggir ada palinggih Hyang Giri Putri berwujud Padmasari dengan palinggih Pengaruman di samping kiri sebagai tempat men-sthana-kan simbol Dewa-dewi berupa arca dan rambut sedana, serta di sisi kanan ada sumber air suci. Yang unik, keberadaan palinggih ini di tengah-tengah atas dinding goa, agar bisa tangkil orang mesti menaiki tangga baja yang terbuat dari bahan plat mobil. Di bagian dalam dengan jarak sekitar tujuh meter, ada Payogan (peraduan) Hyang Giri Putri - Hyang Giri Pati yang berwujud Padmasari.

Di tempat ini masyarakat biasanya melakukan tapa, yoga dan semadi. Bagian inti goa ini dikelilingi ornamen-ornamen alam yang unik seperti ada taman tirta, warna-warni dinding goa (stalagnit dan stalagtit) diselingi dentingan percikan air dari langit-langit goa dan suara kelelawar. Tempat ini merupakan sthana Hyang Giri Putri sebagai pengendali kekuatan-kekuatan yang ada di dalam goa. Di sinilah orang dapat memohon penyembuhan penyakit melalui percikan tirta suci oleh pemangku atau pangelingsir.

Kahyangan di Dalam Goa Giri Putri
Kemudian pada bagian ujung barat goa ada empat palinggih. Satu berwujud Padmasari sebagai sthana Hyang Siwa Amerta/Mahadewa, sebuah Gedongsari sthana Hyang Sri Sedana/Ratu Syahbandar, sebuah patung Dewi Kwam Im, serta altar Dewa Langit. Semua itu merupakan Dewa Pemurah, Pengasih dan Penyayang serta Dewa-dewi Kemakmuran. Di bagian ini para pamedek dapat melihat dengan jelas pancaran sinar matahari dan indahnya alam sekitar khususnya Gunung Kila (Pura Semuhu) di kejauhan.

Sekarang di bagian ini sudah ada bangunan pendukung (toilet), dilengkapi tangga sebagai sarana keluar goa. Bagian ini jelas memperlihatkan terjadi perpaduan konsep Siwa-Buda di Pura Goa Giri Putri sebagaimana halnya yang biasa terjadi di pura-pura besar lainnya di Bali. Sebenarnya, di dalam Goa Giri Putri ini masih banyak terdapat onggokan (Lingga Cala) batu karang besar dan kecil serta goa-goa kecil di kiri-kanan dinding goa, sehingga kemungkinan besar jumlah palinggih juga akan terus bertambah.

Sumber : http://www.babadbali.com/pura/plan/gua-giri-putri.htm

Monday, March 2, 2015

Goa Gala-gala "Underground House" Destinasi Pariwisata Pilihan Nusa Penida Lembongan

Pintu Masuk Goa Gala-gala di Lembongan Nusa Penida
nyamenusanet.blogspot.com - Nusa Lembongan memiliki banyak objek wisata terutama kawasan pantai dan keindahan bawah lautnya, merupakan bagian wilayah Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, bukan saja memiliki daya tarik karena kecantikan alamnya seperti pesona pantai pasir putih, gelombang ombak yang menggoda serta keindahan bawah lautnya, tapi juga memiliki tempat unik yaitu rumah bawah tanah dinamakan Goa Gala-gala, sehingga menjadikannya sebagai salah satu destinasi top dari sekian banyaknya objek wisata di Bali.

Rumah tersebut dibangun pada tahun 1961 dalam kurun waktu sampai 15 tahun oleh seorang jero Mangku Dalang bernama Mangku Byasa, beliau juga berprofesi sebagai petani juga seorang pertapa, proses pengerjaannya pada masa tersebut masih menggunakan alat-alat konvensional seperti linggis, menggunakan banyak kotoran sapi yang dibakar sehingga batu kapur lebih mudah digali, goa tersebut kemudian dijadikan tempat tinggalnya, sebuah maha karya yang sangat pantas untuk dihargai dan dijadikan situs warisan budaya.

Jika anda masih berada di pulau Bali terutama Kuta, Legian ataupun Nusa Dua, bersiaplah menyeberang dari pantai Matahari terbit Sanur, di sini banyak provider fast boat atau kapal cepat yang siap mengantar anda menuju Nusa Lembongan. Butuh sekitar 30 menit perjalanan laut, setelah anda berlabuh di dermaga Jungut Batu atau Mushroom Bay anda bisa sewa motor ataupun mobil bak terbuka dengan supir menuju ke Goa Gala-Gala, sekaligus melanjutkan tour mengunjungi objek wisata di Nusa Lembongan lainnya.

Areal tempat dibangunnya Goa Gala-gala ini, di bawah lahan sekitar 4 are, di areal ini terdapat pelinggih (bangunan suci), 2 buah bangunan rumah adat tempat memajang kain tenun endek dan cepuk hasil kerajinan penduduk di Pulau Nusa Penida dan sumur serta tidak ketinggalan photo-photo almarhum Mangku Byasa, kemudian ada 3 buah pintu masuk menuju ke rumah bawah tanah tersebut, untuk masuk ke dalamnya anda harus menuruni anak tangga sekitar 2 meter, rumah yang dalam bahasa Inggrisnya dinamakan juga Underground House ini, lorongnya sampai pada kedalaman 7 meter dibawah permukaan tanah, didalamnya anda menyusuri lorong-lorong dan juga terdapat sejumlah ruangan dengan fungsi berbeda seperti ada tempat meditasi, ruang tidur, ruang tamu, dapur dan juga sumur, dibeberapa sudut ruangan dilengkapi lampu penerang. Ruang-ruang di bawah tanah ini tidak terlalu tinggi antara 1-2 meteran, sehingga pengunjung kadang-kadang harus membungkuk, dalam ruangan cukup sejuk.

Goa Gala-gala ini menjadi tujuan wisata top di Nusa Lembongan, apalagi tamu-tamu yang ikut Bali Hai Cruise berlayar dari daratan utama Bali, memprogramkan vilage tour mereka ke rumah bawah tanah ini, sehingga sehari-harinya selalu saja ada wisatawan yang berkunjung. sarana transportasi untuk berkunjung ke pulau yang masih menjadi bagian wilayah Bali ini, bisa menggunakan wahana fast boat/ kapal cepat dari pesisir pantai Sanur. Karena memang pulau Nusa Lembongan menjadi destinasi populer sekarang ini, beberapa aset wisatanya seperti kawasan pantai pasir putih, terumbu karang serta biota lautnya menjadi tempat idaman untuk snorkeling maupun diving dan juga wisata hutan mangrove, menjadi primadona di hati wisatawan.

Tiang Penyangga atau ruangan di dalam Goa Gala-gala
Mangku Byasa yang juga akrab dipanggil Pan Kerti terinspirasi untuk membangun Goa Gala-Gala dari epos/ cerita Mahabarata, apalagi profesinya sebagai dalang memahami betul cerita yang terkandung di dalamnya. Dalam cerita pewayangan di episode Wana Parwa dikisahkan kehidupan keluarga pandawa di tengah hutan, terusir dari keluarga besarnya karena kalah taruhan dalam permainan judi dengan pihak keluarga Kurawa, dalam pengasingannya ini mereka harus menyamar selama 12 tahun, banyak tantangan serta pelajaran hidup yang mereka dapatkan di dalam hutan. Untuk menjaga keamanan serta kawatir pihak Kurawa akan membunuh keluarga mereka, maka Pandawa membangun sebuah yang dinamakan Gala-gala. Mangku Byasa menyelami kehidupan Pandawa saat pengasingan, ditambah lagi kegemarannya sebagai seorang pertapa, sehingga terinpirasi untuk membangun goa ini.

Jalan-jalan ke bali jangan lupa gunakan jasa kami, Penyewaan Sepeda Motor di Bali, kami siap melayani dengan ramah, efektif dan efisien. Armada yang kami sediakan terbaru dan terawat. untuk pemesanan bisa lihat di sini, untuk syarat dan ketentuan klik disini.

Sumber : http://www.balitoursclub.com/berita_253_Goa_Gala-gala.html

Sunday, March 1, 2015

Ogoh-ogoh Symbol Butha Kala pada Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka

Ogoh Ogoh Symbol Butha Kala
nyamenusanet.blogspot.com - Ogoh-ogoh merupakan budaya di bali, kehadirannya menjadi salah satu pelengkap ritual di bali. Sehari sebelum nyepi, masyarakat hindu khususnya di Bali, melaksanakan tradisi pengerupukan. Tradisi semacam prosesi mengembalikan Bhuta Kala ke asalnya menurut kepercayaan, mereka di bangunkan dengan alat-alat , umumnya, Obor, Api, Saprakpak, Sembur meswi, Bunyi-bunyian kentongan yang di bawa mengelilingi seisi rumah berwujud "ogoh-ogoh" Sang Bhuta Kala lalu di arak menuju cetus peta, perempatan.

Pawai Ogoh-ogoh selalu di adakan tiap kali menyambut hari raya nyepi. Rupa mereka direka sedemikian rupa dengan variasi bentuk menyeramkan, ada yang berwujud raksasa, penjelmaan dewa-dewi dalam murti-nya, mengambil cerita tokoh dari pewayangan atau memakai figure-figur yang sedang popular, mereka di rakit memadukan estetika seni yang memikat secara visual.

Fungsi utama “ogoh-ogoh” adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, dimana “ogoh-ogoh” tersebut akan diarak beramai-ramai keliling banjar atau desa pada senja hari sehari sebelum Hari Raya Nyepi (Pangrupukan). Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, prosesi ini melambangkan keinsyafan diri manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan “Bhuana Agung” (alam raya) dan “Bhuana Alit” (diri manusia). Dalam pandangan filsafat (tattwa), kekuatan tersebut dapat mengantarkan makhluk hidup di alam raya, khususnya manusia dapat menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua itu tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri serta seisi dunia.

Hamper setiap tahun keberadaan ogoh-ogoh bek penggenap wajib dalam tradisi menyambut nyepi, pawai semarak selalu menjadi atraksi yang di nantikan,kebanyakan orang pasti bertanya perihal cikal bakal ogoh-ogoh dalam tradisi menyambut nyepi, penamaan ogoh-ogoh pun diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa bali, artinya sesuatau yang di goyang-goyangkan, ogoh-ogoh di abadikan bahkan dalam sebuah lagu bali yang cukup popular. Kata-kata itu di cantumkan sebagai lirik berbunyi”ogah-ogah, ogoh-ogoh, kala-kali lumamapah/ogah-ogah, ogoh-ogoh, ngiterin dese.

Tahun 1983 bisa menjadi bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di bali. pada tahun itu mulai di buat wujud-wujud bhuta kala dengan ritual nyepi di bali. ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan nyepi sebagai hari libur nasional, semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di bali. Tradisi mengembalikan bhuta kala ke asalnya di hari pengerupukan,  disimbulkan dengan ogoh-ogoh, mirip tradisi lama masyarakat hindu di bali seperti tradisi Barong Landung, tradisi Ndong Nding, dan ngben ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh sang kalika, bisa juga di rujuk untuk menelusuri cikal bakal wujud ogoh-ogoh.


Bentuk Dan Makna Ogoh-Ogoh Di Bali
Sebelum hal ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kepercayaan yang di yakini oleh orang bali, yaitu hal-hal yang terjadi di dunia ini sebelum berpasangan, sebagai contoh sebagai orang baik dan ada orang jahat, ada kematian dan ada juga bayi yang baru lahir, atau pemahaman lebih sederhana yaitu ada warna hitam dan ada warna putih, jadi apapun yang terjadi dalam kehidupan manusia selalu berjalan dengan seimbang, jadi ritual meminum arak bagi orang yang mengarak ogoh-ogoh di anggap sebagai perwakilan dari sifat buruk yang ada di dalam diri manusia. Masyarakat bali memiliki persepsi bahwa ogoh-ogoh mempersentasikan sifat jelek atau buruk yang ada di dalam diri manusia, oleh karena itu masyarakat bali membuat ogoh-ogoh sebelum hari raya nyepi, dimana mereka melaksanakan tapebrata selama hari raya nyepi, setelah ogoh-ogoh selesai di buat dan di lanjutkan dengan diarak atau di bawa berkeliling desa, 

waktu untuk mengarak ogoh-ogoh pada sore hari di sebut pengerupukan, setelah itu ogoh-ogoh wajib di bakar sebagai symbol telah hilangnya sifat jelek atau buruk yang ada di dalam diri manusia, sehingga mereka siap melakukan tapabrata di hari raya nyepi dikeesokan harinya. Hari raya nyepi di bali merupakan hari raya yang sangat penting, di mana mereka di wajibkan merenungkan segala perbuatan mereka selama satu hari penuh, 

Jadi membuat ogoh-ogoh dengan bentuk meyeramkan pun bukan bermaksud untuk menghina tapi lebih kepada menghormati keberadan dari roh-roh atau pengaruh jahat yang ada di alam ini, sebelum memulai pawai ogoh-ogoh para peserta upacara atau pawai biasanya melakukan minuman minuman keras yang di kenal dengan nama arak,

sebenarnya hal ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kepercayaan yang diyakini oleh orang bali, yaitu hal-hal yang terjadi di dunia ini selalu berpasangan, jadi apapu yang terjadi dalam kehidupan manusia selalu berjalan dengan seimbang. Dengan keberadaan arak-arakan “Ogoh-Ogoh” yang sudah menjadi tradisi inilah yang menambah daya tarik wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Karena selain memiliki keindahan tempat-tempat wisata, Bali pun memiliki kekayaan budaya yang menjadi andalan kepariwisataan. Serasa belum lengkap bilamana wisatawan berkunjung tidak melihat prosesi “Ogoh-Ogoh” pada penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka.

bagi sahabat Nyamenusanet.blogspot.com yang mau datang ke bali dan ingin menyaksikan pawai Ogoh-ogoh datanglah pada saat peryaan hari raya nyepi yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. untuk lebih efektif dan efisien perjalanan sahabat jangan lupa gunakan jasa kami Penyewaan Sepeda Motor di Bali, dengan biaya sewa yang murah, pelayanan ramah, kondisi motor Prima dan terbaru. untuk syarat dan ketentuan bisa dilihat disini.