Ogoh Ogoh Symbol Butha Kala |
nyamenusanet.blogspot.com - Ogoh-ogoh merupakan
budaya di bali, kehadirannya menjadi salah satu pelengkap ritual di bali.
Sehari sebelum nyepi, masyarakat hindu khususnya di Bali, melaksanakan tradisi
pengerupukan. Tradisi semacam prosesi mengembalikan Bhuta Kala ke asalnya
menurut kepercayaan, mereka di bangunkan dengan alat-alat , umumnya, Obor, Api,
Saprakpak, Sembur meswi, Bunyi-bunyian kentongan yang di bawa mengelilingi
seisi rumah berwujud "ogoh-ogoh" Sang Bhuta Kala lalu di arak menuju
cetus peta, perempatan.
Pawai Ogoh-ogoh selalu di adakan tiap kali menyambut hari raya nyepi. Rupa mereka direka sedemikian rupa dengan variasi bentuk menyeramkan, ada yang berwujud raksasa, penjelmaan dewa-dewi dalam murti-nya, mengambil cerita tokoh dari pewayangan atau memakai figure-figur yang sedang popular, mereka di rakit memadukan estetika seni yang memikat secara visual.
Fungsi utama “ogoh-ogoh” adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, dimana “ogoh-ogoh” tersebut akan diarak beramai-ramai keliling banjar atau desa pada senja hari sehari sebelum Hari Raya Nyepi (Pangrupukan). Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, prosesi ini melambangkan keinsyafan diri manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan “Bhuana Agung” (alam raya) dan “Bhuana Alit” (diri manusia). Dalam pandangan filsafat (tattwa), kekuatan tersebut dapat mengantarkan makhluk hidup di alam raya, khususnya manusia dapat menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua itu tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri serta seisi dunia.
Pawai Ogoh-ogoh selalu di adakan tiap kali menyambut hari raya nyepi. Rupa mereka direka sedemikian rupa dengan variasi bentuk menyeramkan, ada yang berwujud raksasa, penjelmaan dewa-dewi dalam murti-nya, mengambil cerita tokoh dari pewayangan atau memakai figure-figur yang sedang popular, mereka di rakit memadukan estetika seni yang memikat secara visual.
Fungsi utama “ogoh-ogoh” adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, dimana “ogoh-ogoh” tersebut akan diarak beramai-ramai keliling banjar atau desa pada senja hari sehari sebelum Hari Raya Nyepi (Pangrupukan). Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, prosesi ini melambangkan keinsyafan diri manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan “Bhuana Agung” (alam raya) dan “Bhuana Alit” (diri manusia). Dalam pandangan filsafat (tattwa), kekuatan tersebut dapat mengantarkan makhluk hidup di alam raya, khususnya manusia dapat menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua itu tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri serta seisi dunia.
Hamper setiap tahun
keberadaan ogoh-ogoh bek penggenap wajib dalam tradisi menyambut nyepi, pawai
semarak selalu menjadi atraksi yang di nantikan,kebanyakan orang pasti bertanya
perihal cikal bakal ogoh-ogoh dalam tradisi menyambut nyepi, penamaan ogoh-ogoh
pun diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa bali, artinya sesuatau yang di
goyang-goyangkan, ogoh-ogoh di abadikan bahkan dalam sebuah lagu bali yang
cukup popular. Kata-kata itu di cantumkan sebagai lirik berbunyi”ogah-ogah, ogoh-ogoh,
kala-kali lumamapah/ogah-ogah, ogoh-ogoh, ngiterin dese.
Tahun 1983 bisa menjadi bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di bali. pada tahun itu mulai di buat wujud-wujud bhuta kala dengan ritual nyepi di bali. ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan nyepi sebagai hari libur nasional, semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di bali. Tradisi mengembalikan bhuta kala ke asalnya di hari pengerupukan, disimbulkan dengan ogoh-ogoh, mirip tradisi lama masyarakat hindu di bali seperti tradisi Barong Landung, tradisi Ndong Nding, dan ngben ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh sang kalika, bisa juga di rujuk untuk menelusuri cikal bakal wujud ogoh-ogoh.
Tahun 1983 bisa menjadi bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di bali. pada tahun itu mulai di buat wujud-wujud bhuta kala dengan ritual nyepi di bali. ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan nyepi sebagai hari libur nasional, semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di bali. Tradisi mengembalikan bhuta kala ke asalnya di hari pengerupukan, disimbulkan dengan ogoh-ogoh, mirip tradisi lama masyarakat hindu di bali seperti tradisi Barong Landung, tradisi Ndong Nding, dan ngben ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh sang kalika, bisa juga di rujuk untuk menelusuri cikal bakal wujud ogoh-ogoh.
Bentuk Dan Makna Ogoh-Ogoh Di Bali
Sebelum hal ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kepercayaan yang di yakini oleh orang bali, yaitu hal-hal yang terjadi di dunia ini sebelum berpasangan, sebagai contoh sebagai orang baik dan ada orang jahat, ada kematian dan ada juga bayi yang baru lahir, atau pemahaman lebih sederhana yaitu ada warna hitam dan ada warna putih, jadi apapun yang terjadi dalam kehidupan manusia selalu berjalan dengan seimbang, jadi ritual meminum arak bagi orang yang mengarak ogoh-ogoh di anggap sebagai perwakilan dari sifat buruk yang ada di dalam diri manusia. Masyarakat bali memiliki persepsi bahwa ogoh-ogoh mempersentasikan sifat jelek atau buruk yang ada di dalam diri manusia, oleh karena itu masyarakat bali membuat ogoh-ogoh sebelum hari raya nyepi, dimana mereka melaksanakan tapebrata selama hari raya nyepi, setelah ogoh-ogoh selesai di buat dan di lanjutkan dengan diarak atau di bawa berkeliling desa,
waktu untuk mengarak
ogoh-ogoh pada sore hari di sebut pengerupukan, setelah itu ogoh-ogoh wajib di
bakar sebagai symbol telah hilangnya sifat jelek atau buruk yang ada di dalam
diri manusia, sehingga mereka siap melakukan tapabrata di hari raya nyepi dikeesokan
harinya. Hari raya nyepi di bali merupakan hari raya yang sangat penting, di
mana mereka di wajibkan merenungkan segala perbuatan mereka selama satu hari
penuh,
Jadi membuat ogoh-ogoh
dengan bentuk meyeramkan pun bukan bermaksud untuk menghina tapi lebih kepada
menghormati keberadan dari roh-roh atau pengaruh jahat yang ada di alam ini,
sebelum memulai pawai ogoh-ogoh para peserta upacara atau pawai biasanya
melakukan minuman minuman keras yang di kenal dengan nama arak,
sebenarnya hal ini dapat
memberikan sedikit gambaran mengenai kepercayaan yang diyakini oleh orang bali,
yaitu hal-hal yang terjadi di dunia ini selalu berpasangan, jadi apapu yang
terjadi dalam kehidupan manusia selalu berjalan dengan seimbang. Dengan
keberadaan arak-arakan “Ogoh-Ogoh” yang sudah menjadi tradisi inilah yang
menambah daya tarik wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Karena selain
memiliki keindahan tempat-tempat wisata, Bali pun memiliki kekayaan budaya yang
menjadi andalan kepariwisataan. Serasa belum lengkap bilamana wisatawan
berkunjung tidak melihat prosesi “Ogoh-Ogoh” pada penyambutan Hari Raya Nyepi
atau Tahun Baru Saka.
bagi sahabat
Nyamenusanet.blogspot.com yang mau datang ke bali dan ingin menyaksikan pawai
Ogoh-ogoh datanglah pada saat peryaan hari raya nyepi yang dirayakan setiap
Tahun Baru Saka. untuk lebih efektif dan efisien perjalanan sahabat jangan lupa
gunakan jasa kami Penyewaan Sepeda Motor di Bali, dengan biaya sewa yang murah,
pelayanan ramah, kondisi motor Prima dan terbaru. untuk syarat dan ketentuan
bisa dilihat disini.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan