nyamenusanet.blogspot.com - Bangli - Bayangkan tengkorak bertebaran di atas tanah, namun tak sedikit pun bau bangkai tercium. Inilah keunikan kuburan di Desa Trunyan, Kabupaten Bangli, Bali. Mayat di sini tak ada yang dikubur, namun udaranya semerbak wangi.
Desa Trunyan punya kuburan yang unik. Alih-alih dimakamkan, atau dibakar layaknya upacara Ngaben ala Bali, jenazah di Desa Trunyan dibiarkan begitu saja di atas tanah. Mayat-mayat ini hanya ditutup ancak saji yang terbuat dari dedaunan.
Tapi anehnya, tak ada bau bangkai tercium di sini. Padahal tengkorak dan tulang-belulang berserakan di banyak tempat. Tak ada pula aroma bunga kamboja seperti yang umum tumbuh di pemakaman. Penyebabnya adalah Taru Menyan, pohon raksasa asal nama Trunyan.
Saat detikTravel menyambangi Kuburan Trunyan beberapa waktu lalu, cuaca cukup terik dan berangin. Pohon Taru Menyan berdiri tegak di tengah kuburan, daunnya melambai-lambai terkena angin. Pohon besar inilah yang konon menghasilkan aroma semerbak, menghilangkan bau bangkai di udara.
Menurut legenda, Taru Menyan-lah yang wanginya menghipnosis 4 bersaudara dari Keraton Surakarta untuk mengarungi daratan dan lautan hingga tiba di Desa Trunyan. Singkat cerita, 4 bersaudara itu terdiri dari 4 laki-laki dan si bungsu perempuan. Setibanya di Trunyan sang kakak sulung jatuh cinta kepada Dewi penunggu pohon tersebut.
Setelah menikah, jadilah Trunyan sebuah kerajaan kecil. Meski sang Dewi penunggu pohon telah menikah, Taru Menyan masih mengeluarkan wangi. Akibat takut diserang dari luar karena semerbak wanginya, sang Raja memerintahkan warga untuk menghapus wangi itu dengan cara meletakkan jenazah begitu saja di atas tanah.
Akar Taru Menyan menjulur ke berbagai tempat, salah satunya tempat deretan ancak saji berisi mayat. Di sekitar ancak saji terdapat benda-benda peninggalan mendiang. Ada foto, piring, sapu tangan, baju, perhiasan, dan lain-lain.
Tradisi membiarkan jenazah tanpa dikubur ini sudah ada ratusan tahun lamanya. Namun dengan syarat, mayat harus utuh dan meninggal secara normal. Tak ada luka atau penyakit. Layak atau tidaknya seseorang 'dikubur' di Trunyan juga dilihat dari baik atau buruknya perilaku orang tersebut semasa hidup.
Jumlah jenazah yang ditutup ancak saji hanya 11, tak akan bertambah maupun berkurang. Jika sudah penuh, tulang-tulangnya digeser sehingga tengkorak pun berkumpul di bagian ujungnya.
Meski menyeramkan, tak sedikit wisatawan yang penasaran dan ingin melihat sendiri Kuburan Trunyan. Mencapai tempat ini juga tergolong gampang. Anda bisa menyewa perahu dari Dermaga Kedisan di salah satu sisi Danau Batur, langsung menuju Kuburan Trunyan. Harga per perahunya mulai Rp 100.000-200.000, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit sekali jalan. Perahu ini bisa membawa sampai 5 wisatawan sekali jalan.
Pintu Gerbang Masuk Kuburan Trunyan Kintamani-Bali |
Tapi anehnya, tak ada bau bangkai tercium di sini. Padahal tengkorak dan tulang-belulang berserakan di banyak tempat. Tak ada pula aroma bunga kamboja seperti yang umum tumbuh di pemakaman. Penyebabnya adalah Taru Menyan, pohon raksasa asal nama Trunyan.
Saat detikTravel menyambangi Kuburan Trunyan beberapa waktu lalu, cuaca cukup terik dan berangin. Pohon Taru Menyan berdiri tegak di tengah kuburan, daunnya melambai-lambai terkena angin. Pohon besar inilah yang konon menghasilkan aroma semerbak, menghilangkan bau bangkai di udara.
Menurut legenda, Taru Menyan-lah yang wanginya menghipnosis 4 bersaudara dari Keraton Surakarta untuk mengarungi daratan dan lautan hingga tiba di Desa Trunyan. Singkat cerita, 4 bersaudara itu terdiri dari 4 laki-laki dan si bungsu perempuan. Setibanya di Trunyan sang kakak sulung jatuh cinta kepada Dewi penunggu pohon tersebut.
Setelah menikah, jadilah Trunyan sebuah kerajaan kecil. Meski sang Dewi penunggu pohon telah menikah, Taru Menyan masih mengeluarkan wangi. Akibat takut diserang dari luar karena semerbak wanginya, sang Raja memerintahkan warga untuk menghapus wangi itu dengan cara meletakkan jenazah begitu saja di atas tanah.
Akar Taru Menyan menjulur ke berbagai tempat, salah satunya tempat deretan ancak saji berisi mayat. Di sekitar ancak saji terdapat benda-benda peninggalan mendiang. Ada foto, piring, sapu tangan, baju, perhiasan, dan lain-lain.
Tradisi membiarkan jenazah tanpa dikubur ini sudah ada ratusan tahun lamanya. Namun dengan syarat, mayat harus utuh dan meninggal secara normal. Tak ada luka atau penyakit. Layak atau tidaknya seseorang 'dikubur' di Trunyan juga dilihat dari baik atau buruknya perilaku orang tersebut semasa hidup.
Jumlah jenazah yang ditutup ancak saji hanya 11, tak akan bertambah maupun berkurang. Jika sudah penuh, tulang-tulangnya digeser sehingga tengkorak pun berkumpul di bagian ujungnya.
Meski menyeramkan, tak sedikit wisatawan yang penasaran dan ingin melihat sendiri Kuburan Trunyan. Mencapai tempat ini juga tergolong gampang. Anda bisa menyewa perahu dari Dermaga Kedisan di salah satu sisi Danau Batur, langsung menuju Kuburan Trunyan. Harga per perahunya mulai Rp 100.000-200.000, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit sekali jalan. Perahu ini bisa membawa sampai 5 wisatawan sekali jalan.
Mayat di Gletakkan di atas Tanah, Kuburan Trunyan Kintamani-Bali |
Sumber : http://travel.detik.com/read/2014/03/13/130825/2524566/1519/kuburan-wangi-hanya-ada-di-desa-trunyan-bali
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan